Rabu, 27 Maret 2013

Lukisan

Hari ini ada mata pelajaran melukis, salah satu mata pelajaran kesukaanku. semua peralatan telah tersedia di meja. sungguh tak sabar aku untuk bermain dengan kuas, cat minyak dan kanvas, dengan tidak sabar aku menanti guru ku yang sedang menjelaskan teknik-teknik yang benar dalam melukis. riuh suara anak-anak menenggelamkan suara Pak Fajar di depan kelas, mereka sama semangatnya denganku.

"silakan anak-anak mulai kreasi melukis kalian." ucap Pak Fajar dan meninggalkan kelas dengan kondisi yang sangat ramai.

aku mencari tempat yang nyaman dan jauh dari gangguan teman-teman yang berlalu-lalang, kali ini aku berencana akan melukis dengan tema cinta entah kenapa tema itu yang langsung terbesit. karena melukis kontemporer aku sedikit berimajinasi dengan karya yang sudah ada di kepalaku, merubah sedikit bentuk nya agar menjadi lukisan kontemporer. tiba-tiba seseorang berjilbab mengagetkanku.

"kok menyendiri?" tanya nya seraya berjongkok di sampingku.
"mencari inspirasi dan menjauh dari segala gangguan" jawab ku seraya di ikuti tawa kami berdua,
"rupanya ada yang tidak membawa peralatannya hari ini." ucap teman ku Ajeng
"hah? maksudnya?" tanya ku keheranan dan mengikuti arah pandangnya. di sudut ruangan sana Brian terlihat sedang duduk dan sibuk mengetik sms. setelah melihatnya, seluruh imajinasi ku hilang seketika dan perhatianku tertuju pada sosok yang aku sukai, Brian.
"tidak tertarik untuk menawarkan bantuan?" tanya Ajeng dengan senyum penuh arti.
"tawaran apa? aku tidak punya peralatan lebih untuk di tawarkan." jawab ku dengan sangat polos.
"berpikir Laila, tentu bukan peralatan melukis yang aku maksud." ucap Ajeng dan membeliakan matanya.
"apasih?" tanya ku masih tidak mengerti.
"Laila, kamu nggak bodoh kan? ucap Ajeng yang membuatku makin tidak mengerti apa yang ia maksud. Hampiri dia, tawarkan bantuan menelpon orang dirumahnya untuk membawa peralatan melukisnya." ucap Ajeng yang baru aku mengerti.

Aku pun memberanikan diri menghampirinya dan menawarkan bantuan seperti yang Ajeng bilang. Kubuat diriku sebisa mungkin tidak gugup di hadapannya. Menghampiri lelaki yang ku suka dan menawarkan nya bantuan itu merupakan hal ter ekstrim yang pernah aku lakukan selama menyukai seorang lelaki.

"Lo nggak bawa alat-alatnya?" tanyaku terdengar sangat gemetaran walaupun sebenarnya sudah sepenuh hati mencoba untuk biasa saja.
"hemm, gue lupa bawa tadi." jawabnya dengan datar dan dingin tanpa beralih dari handphone yang di pegangnya.
"gue bersedia bantu kok." saat itu aku terdengar sangat bodoh, seperti seorang perempuan yang menawarkan hal sebelum diminta.
"nggak perlu, gue lagi coba hubungin abang gue kok." ucapnya dengan dingin seperti tadi namun sekarang mengalihkan pandangannya padaku.
"oh oke." ucapku dengan nada kecewa dan pergi meninggalkannya ke tempat ku semula berada.

Ajeng menatap ku dengan muka rasa bersalah nya, yang sudah berinisiatif menyuruhku untuk memberikan bantuan pada lelaki yang benar-benar tidak pernah aku ajak bicara panjang lebar seperti kepada yang lainnya. aku hanya memberikan senyum simpul agar tidak membuatnya terus-terusan memberikan muka rasa bersalahnya yang sungguh menggangguku. ada sedikit rasa kecewa dalam benakku, mengapa aku tidak dapat membuat percakapan yang seru tadi, mengapa aku langsung berbicara pada poin pentingnya. hemm, aku hanya menghela napas. setelah setengah jam pelajaran melukis ini berlalu aku masih tidak dapat memalingkan perhatianku yang sesekali memandang Brian.

Entah karena aku yang terlalu mencolok melihatnya atau memang dia merasa ada yang memperhatikannya, Brian pun menatap tajam langsung ke mata ku dan mata kami saling bertemu. aku yang merasa terkejut pun bingung harus melakukan apa, ingin mengelak tetapi dia sudah terlanjur memergokiku. dan yang membuatku tambah terkejut, ia berdiri dan berjalan menghampiriku. merasa takut, aku pun salah tingkah dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Brian pun telah berdiri di belakangku dan berjongkok mendekati ku.

"kok ngeliatin terus, ada apa?" tanya Brian dengan berbisik di telingaku. desiran suara nya, dan harum napas nya membuat bulu kuduk ku meremang. aku tak berani memandang wajahnya dan memutuskan tetap membelakanginya.
"ng..nggak kenapa-kenapa kok, maaf ya maaf." ucap ku dengan terbata-bata.
"berbicara kepada seseorang itu harus memandang wajahnya, kalau tidak orang yang di ajak bicara bisa tersinggung loh." ucapnya menyinggungku yang sedari tadi masih membelakanginya. aku pun membalikan badan ku dan otomatis mata ku dan mata nya saling tatap, momen itu hanya terjadi beberapa menit sebelum aku memutuskan untuk menundukan kepala ku.
"ada apa Brian?" tanya ku masih gugup
"nggak usah gugup, gue cuma mau mempertimbangkan jawaban gue tadi pas lo nawarin pertolongan." ucap Brian dengan senyuman mempesona tersungging di bibir nya.
"emang jawaban pertimbangan seperti apa?" tanya ku lagi.
"gimana kalau jawaban gue iya. masih mau nolong nggak?" tanya Brian
"mmm.. iya pasti, mana nomor abang lo. gue telepon ya?" jawab ku
"makasih ya Laila, baik banget deh." ucap Brian sambil mencubit pipi kanan ku. aku pun tersontak kaget dan hari itu langsung mood ku untuk melukis menjadi sangat-sangat baik. mulai hari itu aku dan Brian menjadi dekat.


tunggu kelanjutan setelahnya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar