nada sambung pun terdengar saat Laila menelpon kakak Brian, beberapa saat kemudian terdengar suara berat dari seberang telepon.
"halo.. siapa ini?" tanya pria di seberang telepon. aku langsung mememberikan telepon genggam ku pada Brian dan ia memulai percakapannya.
"halo bang dru, bawain peralatan lukis gue di meja belajar dong semua nya ya." jawab Brian terdengar terburu-buru. percakapan itu lumayan lama, aku tidak bisa mendengar apa yang kakaknya katakan, aku hanya mendengar perkataan di pihak Brian. tiba-tiba Brian memberikan telepon genggamnya kepada ku.
"sudah selesai?" tanyaku, namun aku bisa melihat ekspresi gusar di wajah Brian.
"aduh, paling lambat jam berapa sih ngumpulinnya?" Brian bertanya balik.
"jam 1, kenapa sih emang?" tanya ku lagi.
"abang gue bisa nggak ya sampe sebelum jam 1, mana gue belum tau lagi mau ngelukis apa." jawabnya tambah panik. saat itu aku mencoba menenangkannya dan berjanji untuk membantunya saat peralatan lukis nya telah sampai.
"lo beneran kan? nggak bohong mau bantu gue?" tanya Brian yang seketika raut wajahnya berubah sumringah.
"iya Brian, gue janji. kalau gitu gue ngerjain lukisan gue dulu biar nanti bisa langsung bantu lo." jawabku seraya tersenyum kepadanya. namun saat aku melayangkan senyumku, Brian justru malah termangu dan memperhatikan muka ku, otomatis senyumku langsung saja pudar dan mencoba membaca raut mukanya lagi.
"ada apa Brian? kok bengong?" tanyaku dengan nada polos. tiba-tiba jemari Brian mencubit kedua pipi ku, tanpa kusadari mataku terbelalak dan muka ku berubah merah jambu dan senyum ku tersungging. aku tersipu dengan perlakuannya itu walaupun menurut nya itu adalah hal yang sangat biasa.
"makasih ya tembem, lo emang baik banget sama gue." jawab Brian dan memberikan senyum menawannya yang dapat membuat ku mabuk kepayang. saat itu aku tidak bisa berkata apa-apa, hanya tersipu dan senang yang aku rasakan.
aku pun kembali mengerjakan lukisan ku dengan hati gembira dan menghasilkan goresan yang indah dengan sendirinya, imajinasi pun muncul secara tiba-tiba. gambar apa yang nanti akan aku buat untuk Brian pun telah terbayang dalam pikiran dan benakku, semua perpaduan warna dan goresannya terbayang indah. aku makin tak sabar.
pukul setengah 12 peralatan melukis Brian pun sampai, Brian pun memanggilku dan kami mulai melukis. dengan anteng nya Brian duduk disamping ku membantuku menyiapkan cat dan minyak yang akan di gunakan. saat aku menggoreskan kuas pada kanvas pun diam-diam Brian memandangiku dari samping. aku duduk berdua di mejanya yang terletak di pojok belakang, anak-anak sadar akan kedekatan kami dan mereka mulai berbisik-bisik.
"anak-anak ngomongin kit tuh." ucap Brian sambil sedikit berbisik di telingaku.
"biarin aja, memang kenapa? kamu risih?" tanyaku.
"nggak kok, siapa yang risih... tiba-tiba Brian diam, omongannya seperti terputus... tembem, makasih ya udah mau bantuin gue." ucap Brian dengan nada yang sangat rendah dan membuat ku makin bersemangat melukis.
"iya sama-sama, tapi sejak kapan lo manggil gue tembem?" tanya ku lagi yang berpura-pura stay cool di dekatnya padahal sangat gugup.
"sejak lo bantuin gue." jawab Brian di ikuti dengan tawanya.
"tolong siapin cat warna kuning dong." ucapku tanpa memalingkan wajah dari kanvas.
ketika aku memalingkan wajah kepadanya, terpesona lah aku melihat dia yang tangan dan bajunya terkena goresan warna cat dan mukanya terlihat sangat tenang. aku hanya tersenyum simpul. namun getar HP mengagetkanku, saat ku baca ternyata itu dari Ajeng.
sukses kan? pergunakan kesempatan ini sebaik mungkin. jangan sampai sia-sia.
bunyi sms nya seperti itu. aku pun menoleh kan pandangan ku kepadanya dan kami tersenyum bersama, ternyata tanpa kusadari Brian memperhatikanku sejak tadi karena setelah aku memandangnya kembali ia sedang menatap mataku dan tersenyum manis.
"aa..aada.. apa senyum-senyum gitu?" tanyaku agak gugup. tanpa banyak bicara jemarinya pun menyentuh pipi ku dengan lembut dan berkata...
"lucu deh kalau ada cat di pipi mu seperti tadi." ucapnya. aku tersentak, ia memanggil ku dengan kamu. waahhhh rasanya saat itu sangat berbunga-bunga. namun tiba-tiba ia mengerjakapkan matanya seperti tersadar akan ucapannya barusan. "kok berhenti, ayo lanjutin lagi." ucap nya agak gugup
"oke." jawabku dengan senyum.
setelah lukisan itu selesai, kami pun menjemurnya bersamaan dan bersebelahan. setelah lukisan itu kering aku berfoto dengannya bersama lukisan kami. dan tanpa ku sadari jika lukisan kami di gabungkan akan menjadi sebentuk muka orang dan hati yang menjadi satu, walaupun tidak begitu terlihat. namanya juga lukisan kontemporer :)