Senin, 21 Januari 2013

Prolog



Sore itu Kota Bogor di landa hujan deras dan angin kencang. Cuaca yang sesungguhnya tidak mendukung untuk dijadikan sebagai momen untuk jalan-jalan, namun apa boleh buat hal itu yang harus selalu Laifa lakukan setiap hari Selasa dan Kamis. Pulang pukul tujuh malam dan melewati ramainya lalu lalang kendaraan di Kota Bogor. Kegiatan baru nya mengikuti les prifat demi menuruti kemauan ayahnya untuk mempertajam Bahasa Inggris membuatnya mulai kewalahan mengatur jadwal antara les dan kuliah, belum lagi cuaca yang belakangan ini sangat tidak mendukung untuk melakukan kegiatan tambahan itu. Seperti yang sering ia lihat di berita televisi yang menyiarkan acara tentang cuaca, Kota Bogor bahkan tidak pernah di prediksi mengalami hari cerah-hujan angin, selalu berawan atau mendung membuat suasana hati Laifa tak pernah cerah dan menjadi malas.
            Laifa memperketat mantel dan mempererat genggaman pada payung yang ia pegang. Hujan yang sangat deras membuat mantel dan payung nya jadi tidak berarti lagi, kencangnya hembusan angin membuat payung yang ia pegang kadang terhempas. Kegiatan favoritnya saat sedang berjalan sendirian di tengah hujan dan angin adalah menyesap white coffe hangat dan melamunkan memori yang berkelebat di pikirannya. Sambil terus menyesap white coffe yang ada di tangannya Laifa seraya memperhatikan lalu lalang orang-orang di sekeliling dan sorot lampu mobil yang dengan tidak sabar membunyikan klaksonnya. Tidak dapatkah orang-orang itu bersabar sedikit dan menikmati dinginnya Kota Bogor pada malam hari-gumam nya dalam hati.
            Melihat pasangan-pasangan muda berlalu lalang dengan kekasih mereka membuat hati nya mencelos kebeberapa memori lama. Heuh.. sudahlah aku tidak akan mengingat-ingat hal itu lagi-gumam nya lagi dalam hati. Memang beberapa tahun lalu Laifa memiliki hal yang sangat tidak menyenangkan soal berpasangan sehingga membuatnya sangat-sangat malas untuk berurusan lagi dengan cinta, menurutnya bukan cinta jika tidak membuatnya sakit dan menangis. Sambil terus menikmati jalan-jalan di Kota Bogor alih-alih melamun ia mulai tersadar memastikan bahwa statsiun tujuannya tidak terlewat. Laifa kembali dalam lamunannya, ia hanya dapat tersenyum sendiri bila mengingat masa-masa itu, cenderung pada saat itu ia masih berumur belia dan labil.
               akhirnya Laifa sampai di statsiun Bogor, ia segera membeli karcis commuter line yang biasa ia naiki. Mengingat harga commuter line yang baru saja dinaikan dari tujuh ribu menjadi sembilan ribu membuat Laifa semakin tidak bersemangat. Tak lama kemudian kereta tujuan jakarta yang hendak ia naiki pun datang. Laifa memang bertempat tinggal di Bogor namun karena kampus nya berada di daerah Jakarta maka ia memutuskan untuk mengekost. Dingin nya suhu di dalam kereta dan lembab nya jaket menambah suara gertakan giginya makin kencang dan membuat badannya makin mengigil, saat itu kereta sangat kosong. Tiba-tiba terbesit kembali memori terdahulu yang pernah ia alami di dalam kereta. Saat itulah kisahnya dimulai dan berakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar