Langit senja mulai nampak. Tak terasa jadwal perkuliahanku hari ini telah usai, ku kemasi semua barang bawaanku. Setelah dosen meninggalkan ruang perkuliahan aku tak langsung beranjak dari kursi ku, ku sempatkan beberapa saat untuk mereganggkan tubuhku yang terasa amat lelah. Ku tengok jam tangan ku, telah menunjukan pukul 17.35. Hari yang sangat melelahkan pikirku. Enggan rasanya tubuh ini beranjak dari kursi, terasa amat berat untuk berjalan. Entah apa yang membuatku sangat enggan beranjak, memang karena sangat lelah atau kenyataan bahwa masih panjang perjalananku menuju rumah. Ku tengok kanan kiriku, masih ada lima orang temanku yang belum meninggalkan ruangan. "Laa.. aku duluan ya." ucap Sabil temanku. "iya... hati-hati di jalan". Aku yang memiliki nama lengkap Princess Shyalaa Lailaa Azzahraa, tapi aku lebih akrab dipanggil teman-temanku Lala, lebih mudah katanya. Teman-temanku selalu kesulitan jika memanggil nama depan ku yaitu Princess. Entah mengapa jika aku memperkenalkan diri dan mengartikan namaku semua orang selalu berkata nama dan mata yang indah. Aku memang memiliki mata kebiru-biruan yang terlihat bercahaya sama seperti arti namaku Syahlaa. Orang-orang selalu heran setiap menatap mataku, aku orang Indonesia tapi bermata biru. Aku sebenarnya keturunan Jerman Uzbekistan, Bundaku berasal dari Jerman dan Ayah dari Uzbekistan. Aku pernah tumbuh besar di dua negara tersebut, di Jerman aku tinggal selama 4 tahun dan di Uzbek selama 5 tahun sedangkan tinggal di Indonesia aku sudah 7 tahun. Karena itu aku memiliki mata kebiru-biruan berhidung mancung dan beralis tebal, jika teman-temanku bilang wajahku sangat sempurna. ditambah dengan tubuhku yang proporsional. tinggi 173 cm dan berat badan 58 kg.
dengan perlahan ku langkahkan kedua kakiku meninggalkan ruangan. melihat anak tangga yang begitu banyak, mataku rasanya berbayang. ku turuni anak tangga itu satu-persatu sambil bermalas-malasan. hingga pada akhirnya aku sampai pada anak tangga terakhir. aku menaiki kendaraan umum yang bisa di dapat langsung di depan kampusku. sebelum aku beranjak pulang, aku singgah di sebuah warung pinggir jalan untuk mengganjal perut yang dari tadi sudah mengais-ngais perutku. tiba-tiba ada yang mencolek lenganku. "mba.. minta sedekahnya mba." ucap seorang nenek tua yang menggendong seorang bayi." ku keluarkan uang dua ribuan ku dan kuberikan ke tangan nenek tua itu. "terimakasih mba.. semoga mba selalu diberi keselamatan." lalu nenek tua itu pergi. sesaat aku terdiam memikirkan nenek tua itu. seharusnya aku tidak berhak mengeluh dengan segala kegiatanku dan dengan segala fasilitas yang ada, sedangkan di luar sana masih banyak orang yang memiliki beban lebih berat dan tidak memiliki apa-apa. seketika rasa laparku hilang, aku meminta pemilik warung untuk membungkus makanan yang telah ku pesan. dengan sedikit berlari aku susul nenek tua itu dan memberikan sebungkus nasi yang tadi aku pesan. "nek.. ini buat nenek dan adik. istirahatlah dulu" ucapku sambil memberikan nasi bungkus itu. "terimakasih nak, kamu baik sekali. nenek doakan agar kelak kamu menjadi anak perempuan yang shalihah dan sukses". ucap nenek itu sambil menggenggam tanganku. "amin. terimakasih nek atas doanya, saya duluan nek. hari sudah menjelang malam." aku pun pergi meninggalkan nenek itu sambil terus berpikir bahwa kebaikan sekecil apapun yang kita lakukan akan membuat orang lain bahagia. dan aku mendapat sebuah pelajaran bahwa kebahagiaan muncul saat kita bisa membahagiakan orang yang lebih membutuhkan.
aku menunggu angkutan yang biasa aku tumpangi di depan kampus sambil tetap menatap ke arah nenek itu."lala!" aku tersentak kaget. "ih mel, ngagetin aja deh." kataku sambil memukul pundaknya. "kenapa sih? kok ngelamun gitu?" tanya melaila padaku. "ahh.. kamu liat aja. enggak kenapa-kenapa kok. belum pulang mel?". "iyaa.. aku nunggu dzulfi, kamu enggak pulang?" tanya melaila kepadaku. "nanti mel, lagi nunggu angkotnya nih." jawabku seraya Dzulfi menghampiri Melaila. Dzulfi lelaki paling cerdas di jurusanku, termasuk lelaki yang manis dan bertubuh atletis. Dzulfi tidak seperti anak cerdas pada umumnya, yang culun, berkacamata tebal, kancing baju paling atas ditutup rapat dan kemana-mana membawa buku setumpuk. Dzulfi justru berbeda 180 derajat, ia lelaki cerdas yang keren, sangat cocok dengan Melaila yang berparas ayu. Melaila sahabatku yang beraparas sangat ayu, juga gadis yang cerdas namun kecerdasannya belum melampaui Dzulfi kekasihnya. mereka berdua pernah bersumpah akan tetap bersaing secara sportif walaupun mereka sepasang kekasih. "hei la. belum pulang?" tanya Dzulfi yang tengah memamerkan senyum indahnya. "belum dzul, duluan aja." jawabku dengan balas tersenyum. Dzulfi menyalakan motornya, dan mesinnya menderum. Melaila membonceng di jok belakang dan mereka pun pergi seraya melambaikan tangan. tak lama setelah mereka pergi angkutan itu pun datang. perjalanan dari kampus menuju rumahku sekitar 30 menit, dari kampus menuju rumahku harus menaiki dua kali angkutan umum. setelah 20 menit berada di angkutan umum akhirnya aku sampai di terminal dan hendak menaiki angkutan umum berikutnya ketika aku mendengar suara seorang lelaki memanggilku. "maaf.. apakah dompet ini punyamu?" aku pun mengalihkan pandangan ku kepada dompet yang lelaki itu bawa. "iya betul ini dompetku". "tadi terjatuh di dalam angkot." ucapnya sambil menyerahkan dompet itu padaku". "terimakasih telah menemukannya" kusambut dompet itu dan tersenyum kepada lelaki itu. "kenalkan aku Shafi, siapa namamu?" tanyanya. "aku Syahlaa, panggil saja aku Lala". sahutku sambil meliriknya malu-malu. "nama yang indah, seindah matamu." ucapnya sambil tetap memandang mataku. "terimakasih, kenapa memandangku seperti itu?" tanyaku sambil tersipu malu. "kau orang Indonesia?" tanyanya masih terheran. "ya. tapi sebenarnya aku keturunan campuran Jerman-Uzbekistan." jawabku "pantas saja mata mu berwarna biru cerah, sangat indah." ucapnya. "sekali lagi terimakasih." ujarku. "kau pulang ke arah yang sama dengan ku. ayo pulang bersama ku. kebetulan aku membawa motor." ucapnya. "tidak usah, rumah ku sudah dekat aku naik angkutan saja. terimakasih." sangat kebetulan angkutan yang harus ku naiki lewat, aku meninggalkannya san menaiki angkutan umum tersebut. rasa sedikit takut merambah di hatiku. sepertinya pria yang tadi menolongku sangat mirip dengan seseorang. entahlah mungkin hanya perasaanku saja.
dalam perjalanan aku berpikir keras siapa sebenarnya pria tadi. sepertinya wajah lelaki tadi sangat mirip dengan seseorang, tapi mengapa rasanya sangat enggan dan sangat sulit untuk mengingatnya. akhirnya sampailah aku di depan rumahku. "kiri bang..". seraya angkutan umum itu berhenti. aku berjalan perlahan, aku merasa sangat lelah. halaman rumahku yang hanya berjarak 3 meter dari rumahku terasa amat jauh, pandanganku berbayang lagi. "assalamualaikum.. bunda Lala pulang." ucapku sambil mengetuk pintu. "waalaikumsalam, anak bunda sudah pulang?" bundaku menyahut dari dalam rumah. setelah membuka pintu tercium aroma masakan kesukaanku, makaroni panggang. "mmm.. aku kenal aroma ini, bunda masak makaroni panggang?" tanya ku pada bunda dengan pandangan heran. sebelum bunda berhasil menjawab aku telah melayangkan langkah ku ke dalam dapur dan senyum pun merekah di wajahku. "asiikk.. nyam nyam nyam makan enak hari ini" sahutku yang langsung menghambur dalam lezatnya makaroni panggang itu. "heits, jangan lupa untuk mengucapkan allhamdulilah dan cuci tangan dulu sebelum makan." ucap bunda. "allhamdulilah.. maaf bunda aku terpana dengan makaroni panggang ini, pasti lezat" aku pun berlari kecil ke wastafel untuk mecuci tangan.
aku menunggu angkutan yang biasa aku tumpangi di depan kampus sambil tetap menatap ke arah nenek itu."lala!" aku tersentak kaget. "ih mel, ngagetin aja deh." kataku sambil memukul pundaknya. "kenapa sih? kok ngelamun gitu?" tanya melaila padaku. "ahh.. kamu liat aja. enggak kenapa-kenapa kok. belum pulang mel?". "iyaa.. aku nunggu dzulfi, kamu enggak pulang?" tanya melaila kepadaku. "nanti mel, lagi nunggu angkotnya nih." jawabku seraya Dzulfi menghampiri Melaila. Dzulfi lelaki paling cerdas di jurusanku, termasuk lelaki yang manis dan bertubuh atletis. Dzulfi tidak seperti anak cerdas pada umumnya, yang culun, berkacamata tebal, kancing baju paling atas ditutup rapat dan kemana-mana membawa buku setumpuk. Dzulfi justru berbeda 180 derajat, ia lelaki cerdas yang keren, sangat cocok dengan Melaila yang berparas ayu. Melaila sahabatku yang beraparas sangat ayu, juga gadis yang cerdas namun kecerdasannya belum melampaui Dzulfi kekasihnya. mereka berdua pernah bersumpah akan tetap bersaing secara sportif walaupun mereka sepasang kekasih. "hei la. belum pulang?" tanya Dzulfi yang tengah memamerkan senyum indahnya. "belum dzul, duluan aja." jawabku dengan balas tersenyum. Dzulfi menyalakan motornya, dan mesinnya menderum. Melaila membonceng di jok belakang dan mereka pun pergi seraya melambaikan tangan. tak lama setelah mereka pergi angkutan itu pun datang. perjalanan dari kampus menuju rumahku sekitar 30 menit, dari kampus menuju rumahku harus menaiki dua kali angkutan umum. setelah 20 menit berada di angkutan umum akhirnya aku sampai di terminal dan hendak menaiki angkutan umum berikutnya ketika aku mendengar suara seorang lelaki memanggilku. "maaf.. apakah dompet ini punyamu?" aku pun mengalihkan pandangan ku kepada dompet yang lelaki itu bawa. "iya betul ini dompetku". "tadi terjatuh di dalam angkot." ucapnya sambil menyerahkan dompet itu padaku". "terimakasih telah menemukannya" kusambut dompet itu dan tersenyum kepada lelaki itu. "kenalkan aku Shafi, siapa namamu?" tanyanya. "aku Syahlaa, panggil saja aku Lala". sahutku sambil meliriknya malu-malu. "nama yang indah, seindah matamu." ucapnya sambil tetap memandang mataku. "terimakasih, kenapa memandangku seperti itu?" tanyaku sambil tersipu malu. "kau orang Indonesia?" tanyanya masih terheran. "ya. tapi sebenarnya aku keturunan campuran Jerman-Uzbekistan." jawabku "pantas saja mata mu berwarna biru cerah, sangat indah." ucapnya. "sekali lagi terimakasih." ujarku. "kau pulang ke arah yang sama dengan ku. ayo pulang bersama ku. kebetulan aku membawa motor." ucapnya. "tidak usah, rumah ku sudah dekat aku naik angkutan saja. terimakasih." sangat kebetulan angkutan yang harus ku naiki lewat, aku meninggalkannya san menaiki angkutan umum tersebut. rasa sedikit takut merambah di hatiku. sepertinya pria yang tadi menolongku sangat mirip dengan seseorang. entahlah mungkin hanya perasaanku saja.
dalam perjalanan aku berpikir keras siapa sebenarnya pria tadi. sepertinya wajah lelaki tadi sangat mirip dengan seseorang, tapi mengapa rasanya sangat enggan dan sangat sulit untuk mengingatnya. akhirnya sampailah aku di depan rumahku. "kiri bang..". seraya angkutan umum itu berhenti. aku berjalan perlahan, aku merasa sangat lelah. halaman rumahku yang hanya berjarak 3 meter dari rumahku terasa amat jauh, pandanganku berbayang lagi. "assalamualaikum.. bunda Lala pulang." ucapku sambil mengetuk pintu. "waalaikumsalam, anak bunda sudah pulang?" bundaku menyahut dari dalam rumah. setelah membuka pintu tercium aroma masakan kesukaanku, makaroni panggang. "mmm.. aku kenal aroma ini, bunda masak makaroni panggang?" tanya ku pada bunda dengan pandangan heran. sebelum bunda berhasil menjawab aku telah melayangkan langkah ku ke dalam dapur dan senyum pun merekah di wajahku. "asiikk.. nyam nyam nyam makan enak hari ini" sahutku yang langsung menghambur dalam lezatnya makaroni panggang itu. "heits, jangan lupa untuk mengucapkan allhamdulilah dan cuci tangan dulu sebelum makan." ucap bunda. "allhamdulilah.. maaf bunda aku terpana dengan makaroni panggang ini, pasti lezat" aku pun berlari kecil ke wastafel untuk mecuci tangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar